Selamat Datang di Laman Yudi Handayana

Belajar bersama Yudi Handayana

Make one step and never Back

Berjalan pelan asal tetap ke depan

Rabu, 31 Januari 2018

Fisika dan Matematika

Tuntutan kuantitatif mengharuskan pola-pola keteraturan alam dimodelkan dengan pola-pola matematis. Jadi, matematika berperan sebagai media atau bahan, sebagaimana batu atau kayu bagi para pemahat ataupun kanvas dan cat minyak bagi para pelukis. Pola-pola keteraturan alam adalah konsep yang berada di balik gejala-gejala alam dan menentukan wujud gejala-gejala alam itu. Ketika seseorang memahat patung seekor kambing pada sebongkah batu, maka sesungguhnya ia sedang berusaha memindahkan konsep tentang binatang yang bernama kambing dari seekor kambing ke sebongkah batu itu. Konsep adalah suatu gagasan yang menggambarkan hakikat atau esensi. Ketika patung kambing telah selesai dikerjakan, tentu saja tidak seluruh konsep tentang kambing dapat dipindahkan secara utuh ke dalam sebongkah batu itu, malahan lebih banyak bagian konsep tentang kambing yang tidak dapat dipindahkan oleh pemahat tadi. Banyak tidaknya bagian (porsi) konsep tentang kambing yang dapat dipindahkan oleh pemahat tersebut bergantung pada beberapa hal. Pertama, seberapa dalam sang pemahat memahami konsep tentang kambing. Semakin dalam pemahamannya tentang anatomi kambing misalnya, maka patung kambing yang ia selesaikan semakin mirip dengan kenyataan seekor kambing. Kedua, media atau bahan yang dipakai untuk membuat patung kambing itu. Bahan yang terlalu lembek dan tidak pernah bisa mengeras tentu saja akan sulit untuk dipakai membuat patung, sehingga bahan semacam itu tidak mampu menjadi wadah bagi konsep tentang seekor kambing. Ketiga, kemampuan memahat sang pemahat. Patung kambing yang dipahat oleh seorang pemahat berbakat yang telah berpengalaman tentu akan lebih baik jika dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh seorang yang sedang belajar memahat.

Seorang fisikawan yang sedang menyusun sebuah teori bagi suatu gejala alam, sesungguhnya sedang memindahkan konsep yang berada di balik gejala alam itu ke dalam dunia matematika, yang biasanya berupa objek-objek matematis dan kaitan antara objek-objek itu semisal persamaan-persamaan atau grafik-grafik. Sayangnya, untuk dapat menampung konsep yang ada di balik gejala alam secara utuh dibutuhkan matematika yang tidak sederhana. Bahkan seringkali, matematika yang diperlukan dalam perumusan suatu kaidah bagi suatu gejala alam belum dibayangkan sama sekali oleh para matematikawan. Dalam hal ini fisika memperlihatkan perannya dalam menentukan arah pengembangan ilmu matematika. Contoh masyhur yang patut disebutkan dalam hal ini adalah kalkulus yang dikembangkan secara terpisah oleh Newton dan Leibniz. Newton mengembangkan kalkulus dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah mekanika, sedangkan Leibniz mengembangkan kalkulus sebagai kreativitas matematis.

Berikut berapa pandangan tentang kaitan antara fisika dan matematika: Pertama, pandangan paling lunak, mendudukkan matematika hanya sebagai peranti yang memudahkan fisika dan sebagai bahasa untuk mengungkapkan hukum-hukum fisika. Dalam pandangan ini, persamaan-persamaan atau objek-objek matematis bukan segalanya, namun ada esensi lain dalam suatu hukum fisika yang tidak dapat dirumuskan secara matematis. Semua fisikawan eksperimental dan sebagian fisikawan teoretis mengambil posisi ini. Kedua, pandangan yang mendudukkan matematika sebagai tujuan. Fisika adalah upaya memilih atau membangun struktur matematis yang cocok untuk menggambarkan pola-pola keteraturan gejala alamiah. Jadi, fisika dipahami sebagai upaya  menemukan realitas matematis sebagai model yang mewakili realitas fisis. Ketiga, pandangan radikal bahwa fisika adalah upaya menemukan matematika alam, yakni matematika yang mengatur alam semesta ini, keseluruhannya.

Selain itu, perlu disadari bahwa matematika dan sains (khususnya fisika) masing-masing memiliki “naluri” (fitur) yang dalam beberapa hal saling bertentangan. Pengambilan kesimpulan dalam matematika bersifat deduktif. Terlepas dari teorema Gödel, selalu ada pembuktian bagi kebenaran sebuah proposisi matematis. Sementara pengambilan kesimpulan dalam sains bersifat induktif. Oleh karena itu, seperti diungkapkan di depan, tidak ada cara untuk membuktikan kebenaran proposisi (teori) sains. Proposisi (teori) sains hanya mungkin untuk dibuktikan kesalahannya. Namun demikian, ada hal-hal menarik yang terkait dengan hubungan antara matematika dan fisika. Kalau kita mencermati, akan terlihat adanya perpadanan antara teori-teori yang berkembang di fisika dan konsep-konsep yang berkembang di matematika padahal teori-teori dan konsep-konsep itu dikembangkan terpisah dalam ranahnya masing-masing. Ketika kedua hal yang berpadanan itu bertemu dihasilkanlah sebuah teori yang indah dan efektif. Sebagai contoh, teori relativitas umum yang digagas oleh Albert Einstein memiliki timpalan geometri Lorentz sebagai hal khusus geometri Riemann. Kalau dalam ilmu fisika dikenal mekanika Newton, maka di matematika berkembang-geometri simplektik. Jika di dalam fisika berkembang teori medan tera yang menjelaskan interaksi (gaya-gaya) fundamental, maka di matematika orang mengembangkan teori untingan serat dengan koneksi. Dan masih banyak lagi perpadanan semacam ini.

dari berbagai sumber:
I Gusti Ngurah Yudi Handayana