Jumat, 18 Januari 2019

Cokelat panas atau Cangkir?

Sekelompok alumni melakukan reuni, dan kemudian memutuskan pergi mengunjungi dosen favorit mereka yang sudah pensiun. Saat berkunjung, pembicaraan mereka berubah menjadi keluhan mengenai stres pada kehidupan dan pekerjaan mereka.

Sang dosen itu menyajikan cokelat panas pada tamu-tamunya. Ia pergi ke dapur dan kembali dengan coklat panas di tek yang besar dan berbagai macam cangkir : porselen, gelas, kristal, dan lain-lain, yang sebagiannya bagus dan berharga mahal. Akan tetapi, sebagian lagi bentuknya biasa saja dan dapat ditebak harganya murah. Ia mengatakan kepada mereka untuk mengambil cangkirnya dan mengambil sendiri coklat panas tersebut.



Setelah mereka semua memegang secangkir coklat panas di tangan mereka, dosen yang bijak berkata "Perhatikan, semua cangkir ang bagus dan mahal telah diambil. Yang tersisa, hanyalah cangkir yang murah dan biasa. Memang, hal normal bagi kalian untuk menginginkan yang terbaik. Namun, itu adalah sumber dari masalah dan stres kalian"

"Cangkir tidak menambah kualitas dari cokelat panas. Pada kebanyakan kasus, itu hanya menambah mahal, dan bahkan menyembunyikan apa yang kita minum. Apa yang kalian inginkan sebenarnya adalah cokelat panas, bukan cangkirnya. Tetapi secara tidak sadar kalian menginginkan cangkir yang terbaik. Lalu, kalian mulai saling melihat dan membandingkan cangkir kalian masing-masing".

Para alumni terdiam dan menyimak nasehat dari sang dosen.

"Sekarang pikirkan ini : Kehidupan adalah cokelat panas. Pekerjaan, Uang, dan Kedudukan adalah cangkirnya. Itu hanyalah alat untuk memegang dan memuaskan kehidupan. Cangkir yang kau miliki tidak akan menggambarkan, atau mengubah kualitas kehidupan yang kalian miliki.

"Terkadang, dengan memusatkan perhatian kita hanya pada cangkirnya, kita gagal untuk menikmati coklat panas yang telah Tuhan sediakan pada kita. Tuhan membuat cokelat panasnya, tetapi manusia memiliki cangkirnya. Orang-orang yang paling bahagia tidak memiliki semua yang terbaik. Mereka hanya berbuat yang terbaik dari apa yang mereka miliki".

Dosen itu berhenti sejenak, menghela nafas, lalu melanjutkan "Hiduplah dengan sederhana, bermurah hatilah. Perhatikanlah sesama dengan sungguh-sungguh. Dan akhirnya, silakan nikmati cokelat panas kalian".

0 komentar:

Posting Komentar