Ada masanya dalam kehidupan kita ketika
kita pertama kalinya menyadari bahwa kita bukanlah pusat dari alam semesta, bahwa kita termasuk dalam
sesuatu yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri. Itu bagian dari beranjak
dewasa. Dan sebagaimana itu terjadi pada tiap diri kita, itu pun terjadi pada masyarakat
kita.
Pada abad ke-16, sebelum teleskop
ditemukan, ketika alam semesta hanya sebatas apa yang bisa dilihat dengan mata
telanjang. Jelas bahwa Bumi tidak bergerak, dan segala sesuatu yang ada di
langit, Matahari, Bulan bintang-bintang dan planet-planet berputar mengelilingi
kita. Namun kemudian seorang astronom dan pendeta berkebangsaan Polandia,
Copernicus membuat usulan radikal. Bumi bukanlah pusat semesta. Ia hanyalah
salah satu planet, dan, seperti mereka pun, Ia berputar mengelilingi Matahari.
Meskipun pada masanya usulan ini
dianggap bertentangan dengan penguasa, namun ini merupakan titik kebesaran
pemikiran manusia dalam menyadari lingkungan sekitarnya. Kemampuan untuk lepas
dari belenggu perasaan dan panca indera. Bagaimana masyarakat pada zaman itu
mampu keluar melihat alam semesta (keluar dari bumi) dengan keterbatasan
teknologi? Bahkan zaman itu, peta bumi pun belum sempurna. Mereka keluar dari
belenggu pemikiran itu dengan logika seperti berikut.
Bayangkan kita berdiri pada
tepian alam semesta kemudian menembakkan sebuah anak panah ke luar. Jika anak
panah terus melaju maka jelaslah, alam semesta jauh dari apa yang dikira
sebagai tepinya. Tapi jika anak panahnya tidak terus melaju katakanlah menabrak
tembok maka tembok itu haruslah berada jauh
dari apa yang kamu pikir sebagai batas alam semesta. Sekarang jika kamu berdiri
pada 'dinding' itu dan menembakkan anak panah lainnya hanya ada dua kemungkinan yang sama. Ia
terbang selamanya atau ia menabrak beberapa tembok, dimana kamu bisa berdiri
diatasnya dan menembakkan anak panah lainnya.
Dengan kata lain, alam semesta
tak berbatas. Bahkan dengan cara sederhana pun, berpijak keyakinan pada Sang
Pencipta, belenggu pemikiran dapat dienyahkan. Tuhan, sang pencipta, yang kita
sembah kita yakini tidak memiliki batasan. Jadi bagaimana mungkin, ciptaan-Nya
begitu kecil? Tuhan kita yang tak berbatas telah menciptakan semesta yang tak
terbatas dengan jumlah dunia yang tak terhingga.
Jagat
raya pasti lah tak terbatas. Copernicus ternyata benar mengatakan bahwa dunia
kita bukanlah pusat dari alam semesta. Bumi bergerak mengelilingi Matahari. Ia
hanyalah planet, sama seperti lainnya. Tapi Copernicus sebatas fajar. Bintang-bintang adalah matahari berapi
lainnya dibuat dari substansi yang sama seperti Bumi dan mereka mungkin memiliki
bumi-bumi berair mereka sendiri dengan tanaman dan hewan yang tak kalah mulia
daripada kita sendiri.
Like dy..πππππ
BalasHapus